Middle Manager Posisi Paling Sulit dan Penuh Tekanan di Perusahaan

Middle Manager: Posisi Paling Sulit dan Penuh Tekanan di Perusahaan

Konon, seorang middle manager jarang mengalami pagi yang cerah di hari kerja. Begitu bangun tidur, notifikasi sudah memenuhi layar ponsel—Whatsapp dari atasan yang minta “ini-itu” segera, ide yang belum di-approve, sampai curhat anggota tim yang merasa kurang dihargai. 

Middle manager merupakan posisi tanggung dalam organisasi dengan peran yang paling sulit. Mereka terjepit di tengah—di antara kepentingan atasan (level C manager) dan bawahan (anggota tim) yang berlawanan. Forbes menyebut middle manager sebagai squeezed leader. Ada juga yang menyebutnya sandwich manager.

Peran mereka super kompleks dan sangat penting. Di satu sisi, mereka harus jadi pemimpin yang bisa memotivasi tim. Di sisi lain, mereka juga harus memastikan hasil kerja tim sesuai dengan keinginan perusahaan. Merekalah yang menerjemahkan apa yang menjadi visi dan target eksekutif ke karyawan level bawah.

Tak jarang pula, mereka rela jadi “bumper” bagi tim ketika terjadi ketidakberesan. Ironisnya, keberhasilan middle manager sering diklaim keberhasilan atasan. Tetapi, tidak berlaku sebaliknya. Jika ada masalah, manajer menengah inilah orang pertama yang dicari dan disalahkan.

Soal karier? Lebih banyak middle manager yang kariernya mentok daripada yang naik ke level C. Kenaikan gaji pun tak seberapa, nggak sebanding dengan tanggung jawabnya yang kerap bikin kepala mau “ambyar”.

Menurut laporan McKinsey (2023), banyak middle manager yang merasa peran mereka makin berat—terjepit antara ekspektasi yang tinggi dan kekuasaan yang terbatas.

Middle Manager Posisi Paling Sulit dan Penuh Tekanan di Perusahaan

Dilema middle manager

Cara Membuat KPI Sales Manager | Hadirr.

Dilema middle manager adalah istilah yang menggambarkan dilema khas yang dialami para manajer tingkat menengah di perusahaan. Mereka terjebak pada pilihan tindakan yang serba sulit: menyelaraskan keinginan atasan dan kepentingan bawahan.

Apa saja dilema itu?

Tekanan atas-bawah

Middle manager sering kali berada di posisi yang sulit, antara memenuhi ekspektasi atasannya dan menjaga semangat serta kesejahteraan tim di bawahnya. Mereka harus mengeksekusi kebijakan dan keputusan yang dibuat oleh manajemen puncak, meskipun kadang kebijakan tersebut tidak popular—nggak disukai atau terasa berat bagi tim. 

Baca Juga: Memilih Aplikasi KPI Terbaik untuk Penilaian Kinerja Karyawan

Seperti yang dialami Dina, manajer HR yang diberi tugas oleh atasannya untuk menerapkan pengurangan tunjangan kesehatan karyawan untuk efisien. Tentu saja, kebijakan ini langsung mengundang kemarahan dari sebagian besar tim, yang merasa bahwa perusahaan tidak lagi peduli dengan kesejahteraan mereka. 

Keputusan ini dibuat top manager, namun Dina tetap harus menyampaikan “kabar buruk” itu. Satu kakinya berdiri untuk menjalankan kebijakan pimpinan perusahaan dan kaki lainnya berpijak bersama tim yang merasa kecewa.

Atasan nggak mau tahu, kebijakan tersebut harus berjalan lancar tanpa adanya hambatan. Dina merasa seperti tameng yang menerima keluhan dan ketidakpuasan dari bawah, namun tetap harus tampil profesional di depan atasannya.

Tanggung jawab besar, tapi kewenangan terbatas

Beban tugas dan tanggung jawab middle manager sangat besar dan krusial. Tetapi, kewenangannya dalam organisasi sangat terbatas dan dikontrol oleh manajemen puncak.

Middle manager diharapkan bertanggung jawab atas pencapaian dan kinerja tim, namun tidak diberi otoritas untuk membuat keputusan penting yang menyangkut tim. Mereka hanya diwajibkan menjalankan instruksi atasan.

Mereka sebenarnya tahu apa yang harus dilakukan. Namun, untuk bertindak, para manajer menengah terhambat karena menunggu persetujuan dari atasan. Ujung-ujungnya frustrasi!

Kasus ini terjadi pada Dimas, manajer operasional yang sering terjebak dalam situasi penuh tekanan. Pabrik tempat ia bekerja mengalami penurunan kualitas produksi yang signifikan, yang membuat manajemen atas sangat khawatir. 

Dimas diminta untuk segera mencari solusi agar kualitas produksi kembali normal. Ia sudah punya ide bagaimana memperbaiki masalah tersebut, tetapi ia tidak bisa langsung mengambil tindakan tanpa persetujuan dari pihak direksi. 

Setiap kali ia mengajukan ide solusi, selalu ada hambatan birokrasi yang memakan waktu lama. Dimas merasa seperti berada di ujung tanduk, terjepit antara keinginan untuk bertindak dan keterbatasan kewenangan.

Kurang pengakuan dan apresiasi

Middle manager bekerja keras untuk memastikan tim mereka sukses. Namun kesuksesan itu sering kali dianggap sebagai pencapaian tim, atau tak jarang diklaim sebagai keberhasilan atasan.

Peran dan kontribusi besar middle manager nyaris invisible. Keberhasilan mereka tidak mendapat pengakuan yang cukup. Sebaliknya, kegagalan atau masalah kerap dibebankan pada bahu mereka. Inilah yang menciptakan perasaan tidak dihargai.

Contohnya seperti yang terjadi pada Lia, manajer proyek yang merasa frustrasi dengan kurangnya pengakuan terhadap kerja keras yang dilakukannya. 

Setelah menyelesaikan sebuah proyek penting yang membawa keuntungan besar bagi perusahaan, Lia merasa bahwa semua pujian jatuh kepada manajer puncak yang memimpin tim. Namanya sama sekali tidak disebutkan dalam presentasi hasil akhir, meskipun dirinya mengatur semua proses dan memastikan proyek berjalan lancar.

Di proyek lain, saat muncul masalah dalam tim, Lia merupakan orang pertama yang dipanggil pemimpin perusahaan untuk dimintai pertanggungjawaban. Ini membuatnya merasa seperti bayangan. Ada dan bekerja, namun tidak dianggap kontribusinya.

Beban kerja yang terlalu besar—kadang nggak manusiawi

Middle manager kerap bekerja dengan jam yang lebih panjang dibandingkan level atas atau bawah. Mereka dituntut untuk menjalankan operasional, tugas administratif, sekaligus pekerjaan strategis manajerial.

Beban kerja yang besar ini tidak hanya menguras waktu, tetapi juga energi fisik dan mental mereka. Di banyak kasus, mereka harus bekerja lembur dan mengorbankan kehidupan pribadi demi pekerjaan yang tak kunjung selesai. Kerja lembur, tapi tanpa upah lembur!

Sebagaimana yang dialami Fajar, manajer sales ini merasa hidupnya berputar hanya di sekitar pekerjaan. Permintaan manajemen untuk terus meningkatkan angka penjualan membuatnya hampir tidak punya waktu pribadi.

Setiap kali ia pulang lebih awal untuk sekadar makan malam bersama keluarga, ia merasa dikejar pekerjaan kantor. Sering kali, ia harus melanjutkan pekerjaan setelah jam kantor, termasuk kerja di akhir pekan, agar dapat memenuhi target baru. 

Semakin hari, Fajar merasa semakin terasing dari kehidupan sosialnya. Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi semakin hilang.

Baca Juga: Panduan Menentukan KPI Sales Manager dan Contohnya

Tanggung jawab emosional middle manager

Middle manager sering berperan sebagai pendengar yang baik bagi tim. Mereka tidak hanya bertanggung jawab atas kinerja tim, tetapi juga harus menjadi tempat curhat, mediator, dan terkadang menjadi seorang terapis amatiran.

Mengapa ini perlu dilakukan? Ya karena middle manager punya tanggung jawab untuk menjaga moral timnya. Apa pun persoalan yang dialami anggotanya dapat berdampak pada kinerja tim. 

Persoalannya, seorang manajer juga manusia dengan kapasitas terbatas—yang juga punya masalah dalam hidup. Mereka tidak dilatih untuk menampung semua keluhan dan masalah pribadi orang lain. Jadi, adakalanya mereka merasa letih dan capek secara emosional.

Ini terjadi pada Tania, manajer marketing yang selalu merasa kelelahan setiap kali anggota timnya datang dengan masalah pribadi. Dari masalah rumah tangga, stres pekerjaan, hingga konflik pribadi, semua datang kepadanya. 

Tania merasa bahwa dia harus selalu ada untuk timnya, mendengarkan keluhan mereka dan memberikan dukungan emosional. Namun, tidak pernah ada yang bertanya bagaimana perasaannya—apa ia baik-baik saja, ataukah ia juga sedang stres.

Terkadang, ia merasa sangat terbebani dengan tanggung jawab emosional. Tania sering kali harus menenangkan hati dan pikiran timnya, meski dalam hatinya, ia sendiri merasa kesepian dan letih—nggak tahu harus cerita ke siapa!

Menjadi middle manager juga ada sukanya…

Meski isi kepalanya penuh dengan keruwetan, bingung, dan kadang frustrasi dengan pekerjaan, terkadang ada kepuasan kecil yang dirasakan middle manager. Bukan soal tambahan gaji dan tunjangan yang nggak seberapa, tetapi lebih ke kepuasan batin.

Apa di antaranya? Menjadi pemimpin yang didengar dan dipercaya anggota tim, berhasil membawa tim mencapai kinerja yang melampaui target, atau berhasil menginspirasi anggota tim menjadi karyawan terbaik. Itu semua seperti “oase” yang menyejukkan di tengah tekanan pekerjaan bertubi-tubi.

Meski jarang diganjar apresiasi dari perusahaan, pengakuan dari anggota tim ini terkadang sudah cukup menjadi motivasi untuk tidak menyerah. Setidaknya, ini membuktikan bahwa ia punya kontribusi nyata bagi kemajuan tim dan organisasi—terlepas dari soal diakui atau tidak.

Banner Aplikasi Pemantau Progress Pekerjaan untuk penilaian kinerja

Benarkah middle manager identik dengan stres?

Dalam laporan State of the Global Workplace 2025, Gallup mencatat bahwa tingkat keterlibatan (engagement) manajer global turun dari 30% menjadi 27% pada 2024. Penurunan ini terkait dengan meningkatnya stres dan burnout di kalangan manajer, yang berkontribusi pada penurunan produktivitas dan kesejahteraan tim secara keseluruhan.

Sementara itu, menurut laporan SHRM tahun 2023, 43% middle manager melaporkan tingkat burnout yang tinggi, yang merupakan persentase tertinggi di antara semua level pekerjaan. Selain itu, 44% menyebut birokrasi organisasi sebagai sumber frustrasi utama mereka.

McKinsey dalam laporan Stop Wasting Your Most Precious Resource: Middle Managers (2023) mengungkapkan bahwa middle manager menghabiskan separuh waktunya untuk tugas non-manajerial, seperti pekerjaan administratif. Ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara peran strategis yang diharapkan dan waktu yang tersedia.

Benarkah middle manager identik dengan stres

Dengan data dari sumber-sumber terpercaya ini, kita dapat lebih memahami tantangan yang dihadapi oleh middle manager dan pentingnya dukungan sistem, kejelasan peran, serta teknologi untuk meringankan beban mereka.

Baca Juga: 9 Pertanyaan dan Tips Interview Kandidat Sales Manager

Aplikasi digital untuk efisienkan tugas middle manager

Hadirr merupakan dukungan teknologi digital untuk membantu manajer menengah mengurangi beban dan mencegah burnout akibat segudang tanggung jawab. Aplikasi ini bisa menyelesaikan berbagai pekerjaan administratif yang selama ini menguras waktu dan energi—mulai dari absensi, jadwal shift, lembur, sampai urusan reimbursement.

Pantau kehadiran real-time

aplikasi absensi online dengan GPS

Kehadiran anggota tim kamu, jam masuk dan selesai, bisa dipantau real-time dari aplikasi absensi online ini. Nggak usah pusing mencari file rekap absensi Excel, tanya-tanya ke HRD, atau buka-buka tab buat cek siapa yang hadir hari ini. Semua data sudah tersaji rapi, real-time, dan bisa diakses dari mana saja lewat dasbor Hadirr.

Jadwal shift karyawan

Nggak perlu lagi bikin jadwal shift manual atau ribet ngepasin waktu kerja tim. Di Hadirr, kamu bisa atur jadwal shift otomatis, fleksibel, dan tersinkron dengan absensi. Karyawan juga langsung dapat notifikasi, jadi nggak ada alasan lupa jadwal.

Perhitungan jam lembur

Lembur sering bikin pusing karena hitung manual yang rawan salah. Nah, Hadirr mencatat jam masuk dan keluar secara akurat, termasuk waktu lembur, lengkap dengan totalnya. Data jam lembur bisa langsung diakses untuk laporan bulanan tanpa repot. Perintah lembur dan persetujuan langsung dibuat di aplikasi Hadirr, nggak perlu form kertas.

Reimbursement

Nggak ada lagi tumpukan nota atau klaim yang nyangkut di meja manajer. Karyawan bisa ajukan reimbursement langsung dari aplikasi, dengan lampiran bukti digital, dan manajer cukup menyetujui lewat dasbor. Proses lebih cepat, transparan, dan terdokumentasi.

Hadirr Sales (CRM untuk manajer sales)

Untuk para manajer tim penjualan, Hadirr juga punya solusi: Hadirr Sales. Aplikasi CRM berbasis cloud ini bantu kamu kelola pipeline penjualan, pantau aktivitas tim sales secara real-time, dan menjaga hubungan dengan pelanggan. Semua progress tercatat rapi, sehingga kamu bisa ambil keputusan cepat tanpa kehilangan peluang closing.

Dengan semua fitur ini, manajer bisa serahkan urusan administratif ke Hadirr, lalu fokus ke pekerjaan strategis yang benar-benar butuh kepemimpinan.

Coba Hadirr Sekarang

Author

Ari Susanto

Experienced writer with more than 10 years writing experience on business topics, HR, industrial relations and much more.

Latest Posts by Ari Susanto:

Related Post