7 Alasan Karyawan Absen Paling Sering (Infografis)

7 Alasan Karyawan Absen Paling Sering (Infografis)

Alasan karyawan absen bisa sangat beragam, dari masalah klasik sampai pengalaman yang terdengar absurd dan bikin geleng-geleng kepala. Kadang kita mikir, orang ini beneran apa ngarang cerita? 

Seringnya, kita merasa jengkel kalau ada karyawan yang daftar hadirnya banyak bolongnya. Sebab, absensi yang terlalu sering memang bisa memengaruhi performa tim. Dan, dampaknya tentu saja ke target perusahaan.

Tapi faktanya, manusia memang penuh lika-liku hidup. Mereka bukan robot AI yang diprogram siap sedia 24/7 tanpa drama. Karyawan bisa sakit, celaka, stres, burnout, atau bahkan bisa kehilangan motivasi ngantor.

Tantangannya buat kita sebagai atasan atau HR adalah memahami kapan grafik ketidakhadiran itu masih wajar dan kapan sudah mulai menyentuh zona merah dan perlu ditindaklanjuti.

Nah, sebelum buru-buru menilai, yuk kita kupas apa saja alasan paling umum penyebab karyawan tidak masuk kerja dan bagaimana kita bisa menyikapinya dengan lebih bijak. Perlu diingat, ada konsep “human” dalam kata “HR”. Jadi, boleh saja kita ambisius kejar produktivitas dan kinerja karyawan, namun tetap harus manusiawi.

1. Sakit dan penyakit

Kalau karyawan absen karena sakit, kita memang tak bisa berbuat banyak. Nggak bisa galak juga. Ingat, izin atau cuti sakit itu dilindungi UU Ketenagakerjaan, bahkan kita tetap diwajibkan membayarkan upahnya—termasuk cuti karena nyeri haid.

Siapa sih yang mau sakit? Semua orang tentu ingin sehat. Tapi, kenyataannya, kita nggak bisa memilih. Terlalu lelah bekerja tiap hari ditambah paparan virus di kantor dan di tempat publik, seperti di dalam KRL dan busway, membuat kita rentan “tumbang”.

Hari apes juga nggak ada di kalender. Risiko celaka bisa menimpa siapa saja dan di mana saja—di rumah, jalan raya, atau tempat kerja. Kadang kalau diceritain, orang nggak langsung percaya atau malah tertawa. Misalnya masuk rumah sakit karena disengat tawon Vespa atau tabrakan dengan sapi di jalan raya.

Ternyata sakit menjadi alasan ketidakhadiran karyawan paling banyak di dunia menurut SHRM Absence Management Report 2023, mencapai 67%. Di Indonesia, riset Jobstreet Insight 2024 malah mencatat angka lebih tinggi, yakni 70 persen!

Nah, jika kamu tipe orang skeptis dan nggak gampang percaya, bisa kok kalau mau bikin aturan agak tegas. Misalnya, buat aturan sesuai Penjelasan Pasal 93 UU Ketenagakerjaan bahwa karyawan (cuti) sakit wajib menyertakan surat dokter jika ingin tetap memperoleh upah selama sakit. Cukup adil, kan?

Baca juga: 6 Cara Evaluasi Kehadiran Karyawan dan Alat untuk Melacaknya

2. Stres kerja dan overwork

Kelebihan dan Kekurangan Jam Kerja Fleksibel Bagi Karyawan

Selain soal fisik, kesehatan mental juga menjadi alasan karyawan absen yang umum. Data Gallup 2023 menyebutkan sekitar 35 persen pekerja di dunia menjadikan stres berat sebagai alasan tidak masuk kerja.

Beban dan tekanan pekerjaan yang tinggi, lingkungan kerja tanpa work-life balance, dan jam kerja panjang karena lembur terus-terusan, bisa menjadi faktor dominan penyebab stres di tempat kerja. Belum lagi jika atasan demanding dan susah dipuaskan, ditambah lingkungan kerja toxic dengan persaingan tidak sehat.

Kalau sudah begini, karyawan biasanya mulai cepat lelah secara emosional, mengalami gejala psikosomatis seperti sakit kepala atau gangguan tidur, bahkan lebih gampang burnout dan depresi. Absensi akhirnya jadi semacam “sinyal SOS” yang dikirim tubuh dan pikiran mereka, meminta waktu untuk rehat. 

Jika ini terjadi hanya pada satu orang, sementara jenis sektor usaha kamu termasuk tinggi tingkat stres, mungkin kamu perlu memperbaiki proses rekrutmen agar memperoleh karyawan yang punya daya tahan tinggi terhadap tekanan. Namun, jika kelelahan mental terjadi secara massal, kamu perlu cemas.

Ini warning keras bagi perusahaan. Kalau tidak segera memperbaiki pola kerja dan budaya organisasi, angka ketidakhadiran bisa terus melonjak, diikuti performa yang makin menurun. Dampaknya balik ke perusahaan.

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), gangguan kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan menyebabkan hilangnya sekitar 12 miliar hari kerja setiap tahunnya secara global. Hal ini mengakibatkan kerugian ekonomi sebesar hampir 1 triliun dolar AS per tahun akibat penurunan produktivitas. ​

Cobalah beberapa cara untuk mencegah stres dan burnout, seperti menerapkan workload management yang realistis, memberikan sesi konseling stres atau mindfulness, dan jika mungkin menawarkan opsi hybrid working atau WFH di hari-hari tertentu. Ingat, kerja keras itu penting, tapi kerja dengan kepala sehat itu jauh lebih penting!

3. Urusan keluarga dan anak

Alasan karyawan absen atau bolos kerja selanjutnya adalah masalah keluarga dan anak. CareerBuilder Survey 2023 menyebutkan 30% absensi terjadi karena alasan ini.

Dalam konteks Indonesia, UU Ketenagakerjaan sebenarnya sudah mengatur absensi karena alasan keluarga yang diizinkan dan tetap dibayar upahnya. Jenis cutinya Pasal 93 ayat 2, yakni:

  • menemani istri melahirkan/keguguran, boleh absen 2 hari
  • menikah, boleh absen 3 hari
  • menikahkah anak, boleh absen 2 hari
  • mengkhitankan atau membaptiskan anak, boleh absen 2 hari
  • suami, istri, orang tua, mertua, anak, atau menantu meninggal dunia, boleh absen 2 hari
  • anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, boleh absen 1 hari

Kendati begitu, ada banyak masalah keluarga dan anak yang menyebabkan ketidakhadiran dan tidak diatur di UU, misalnya anak sakit, suami atau istri masuk rumah sakit, atau orang tua sakit. Apakah boleh mengajukan libur? 

Di luar pekerjaan, karyawan itu makhluk sosial. Mereka seperti kita, punya ikatan emosional dan tanggung jawab sebagai orang tua, pasangan, atau anak. Mereka bekerja menjadi karyawan juga untuk kepentingan menghidupi keluarganya.

Oleh sebab itu, melarang karyawan izin dengan alasan keluarga kedengarannya agak kejam. Jalan tengah yang lebih adil, kamu bisa menerapkan unpaid leave. Karyawan boleh libur dengan status cuti di luar tanggungan.

4. Kehilangan motivasi kerja

Kehilangan motivasi juga menjadi alasan karyawan absen dan malas masuk kerja. Menurut CareerBuilder Survey, sekitar 23% karyawan memilih absen karena merasa kehilangan semangat di tempat kerja.

Kenapa mengalami demotivasi? Penyebabnya bisa beragam, dari jenis pekerjaan yang monoton, kurangnya apresiasi atas kinerja mereka, hingga minimnya peluang untuk berkembang. Bayangin aja, kalau setiap hari tugasnya itu-itu doang, siapa yang nggak bosan?

Solusi cerdasnya, jangan biarkan karyawan merasa stuck. Buka komunikasi soal peluang karier dan pengembangan skill. Kamu juga bisa menawarkan mereka untuk terlibat di proyek-proyek baru yang menantang. Beri mereka kepercayaan.

Jika perlu, rancang program penghargaan kecil seperti Employee of the Month agar mereka merasa dihargai. Kadang, yang mereka butuhkan bukan sekadar gaji lebih besar, tapi rasa bangga dan ruang untuk tumbuh.

Baca Juga: Sanksi dan Contoh Surat Panggilan Karyawan Mangkir Kerja

5. Urusan pribadi yang tidak bisa ditunda

Banner Hadirr Attendance App terbaik di Indonesia

Nggak semua alasan karyawan absen itu soal sakit atau stres, kadang sesederhana urusan administratif yang harus segera dibereskan dan tak bisa ditunda. Contohnya adalah urusan perbankan, perpanjangan SIM, pengurusan dokumen penting seperti paspor, atau administrasi lainnya.

Mengapa harus libur? Ya, karena memang banyak kantor layanan publik cuma buka di hari dan jam kerja normal, dari Senin sampai Jumat, jam 8 sampai 3 sore. Jadi, kalau karyawan mau ngurus sesuatu, mau nggak mau harus izin kerja.

Sebenarnya ada solusi yang tidak perlu sampai absen. Opsinya adalah memberikan libur ganti hari atau kebijakan jam kerja fleksibel khusus satu hari jika memungkinkan. Jadi, setelah karyawan menyelesaikan urusannya di siang hari, mereka tetap menyelesaikan pekerjaannya secara remote atau menggantinya di istirahat akhir pekan.

6. Perjalanan ke kantor yang menantang

Urusan transportasi memang kadang di luar kendali manusia. Berdasarkan survei Gallup 2023, sekitar 15% pekerja mengaku absen karena kendala transportasi—dari banjir mendadak, kemacetan super parah, hingga kereta atau bus yang mogok total.

Di Indonesia, problemnya tidak berbeda jauh. Perjalanan dari rumah ke kantor menjadi perjuangan harian para pekerja. Menurut laporan BPS 2023, rata-rata waktu tempuh pekerja Jabodetabek menuju kantor bisa mencapai 1,5–2 jam sekali jalan—pulang pergi 3-4 jam. 

Bukan cuma macet, tapi juga soal pilihan transportasi yang sama-sama nggak nyaman. Mau naik KRL? Antre panjang dan desak-desakan. Mau bawa mobil? Kena aturan ganjil-genap. Bawa motor? Risiko kehujanan atau kecelakaan makin tinggi. Akhirnya, banyak yang memilih absen daripada memaksakan diri dalam kondisi yang rawan stres dan keselamatan.

Solusinya, kamu bisa menerapkan sistem hybrid antara WFO dan WFH untuk mengurangi kadar stres karyawan di jalan. Kalau memungkinkan, flextime juga layak dicoba, sehingga karyawan boleh masuk agak siang dan pulang lebih malam untuk menghindari jam-jam macet.

7. Cuaca ekstrem, bencana, dan wabah

Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan, Indonesia mengalami lebih dari 3.000 kejadian bencana alam setiap tahun. Hujan badai dan banjir lokal merupakan bencana yang paling sering menyebabkan karyawan tidak masuk kerja, karena memblokir akses jalan dan melumpuhkan transportasi.

Tapi, yang benar-benar membekukan aktivitas ngantor karyawan adalah wabah Covid-19. Masih ingat dengan PSBB berjilid-jilid kan? Kantor-kantor sepi. Semua bekerja dari rumah. Alasannya, keselamatan dan kesehatan jauh lebih penting daripada sekadar presensi di kantor.

Jika terjadi bencana atau wabah, maka kamu bisa menerapkan kerja fleksibel atau remote working sebagai solusi. Perusahaan nggak perlu menuntut hadir secara fisik, yang penting tanggung jawab pekerjaan bisa diselesaikan oleh karyawan.

Baca Juga: Keunggulan Absensi Online dengan GPS dan Fitur Terbaiknya

Hadirr: solusi absensi WFO dan WFH

Dengan sistem kerja yang makin fleksibel—ada yang WFO, WFH, dan hybrid—kamu butuh sistem absensi yang cermat dan akurat memantau kehadiran karyawan. Apalagi kalau karyawan mendadak harus kerja remote karena urusan pribadi, perjalanan, atau situasi tak terduga. Kalau masih pakai cara manual, siap-siap pusing sendiri!

Aplikasi E Absensi Mobile untuk Pemerintahan

Di sinilah Hadirr jadi solusi cerdas. Aplikasi absensi online berbasis cloud ini bisa digunakan untuk memantau kehadiran karyawan di banyak titik sekaligus. Artinya, Hadirr tidak hanya untuk lapor presensi di kantor, tetapi juga sebagai aplikasi karyawan WFH saat karyawanmu harus bekerja di luar kantor.

Mobile attendance app ini memungkinkan perusahaan memonitor presensi karyawan secara real-time, baik yang kerja dari kantor, rumah, maupun di lokasi lain. Semua data kehadiran tercatat otomatis, transparan, dan minim celah manipulasi.

Urusan absensi jadi super praktis dan fleksibel. Karyawan bisa ngisi absen langsung dari smartphone, berfoto selfie, lalu akan diverifikasi oleh face recognition dan GPS, dan otomatis langsung terekam di sistem. Gampang, cepat, dan data langsung rapi seketika. Nggak perlu pusing bikin rekap data kehadiran.

Tak sekedar absensi, Hadirr juga punya fitur perhitungan jam lembur yang akurat serta fitur timesheet online untuk pelacakan jam kerja karyawan. Jadi kamu bisa mengukur efisiensi waktu kerja serta tingkat produktivitas karyawan WFO maupun WFH. 

Yuk, cobain Hadirr untuk mengelola absensi dan waktu kerja karyawan lebih efisien dan praktis. Daftar demo atau langsung subscribe juga boleh. Kalau mau, kamu juga bisa undang tim kami presentasi.

Coba Hadirr Sekarang

Author

Ari Susanto

Experienced writer with more than 10 years writing experience on business topics, HR, industrial relations and much more.

Latest Posts by Ari Susanto:

Related Post